Sunday, October 30, 2016

Meteor Langit

Batu padat menghujam bumi. Serpihan dan kepingan berbagai bentuk bergerak cepat. Laksana nuklir yang melesat dari dasar bumi yang naik menembus awan. Akankah menjadi sebuah butir debu?

Langit tak lagi cerah. Langit tak lagi gelap. Langit bergejolak tanpa mampu diprediksi dengan tepat. Langit menjadi saksi diam.

Meteor itu menembus pelindung bumi. Menancapkan bentuk tak beraturan. Menghujam apapun. Merobohkan rumah dan bangunan. Seraya ingin berkata,"kuratakan apapun yang menghalangiku."

Meteor itu tak peduli apapun dan siapapun. Entah apa jadinya juga guna meteor itu di dasar bumi. Apakah akan membantu menyuburkan surga hijau bumi? Ataukah membumi hanguskan seluruh makhluk hidup? Apa gunanya meteor itu?

Berguna dan tak berguna, sudah bukan menjadi tujuan. Arti meteor adalah diri meteor itu sendiri. Hitamkan dan bakar apapun yang berwarna. Warnai apapun yang sebelumnya gelap.

Satu satu meluncur ke daratan dan lautan. Mencari arti yang tak pasti. Menunggu bukanlah arti yang tepat. Mencari bukanlah hal yang mudah. Apa yang ditunggu? Apa yang dicari?

Sang Pencipta hanya melihat nun jauh disana. Melihat dan mengirimkan ribuan sinyal tak berujung. Penuh arti. Penuh maksud. Apa mau-Mu Ya Tuhanku?

Kau hanya mengirimkan sang meteor dari langit ciptaanMu. Namun hak Mu pula untuk menghabiskan-Nya. Untuk apa itu semua?

Jutaan tetes air. Cerahnya sinar sang surya. Itukah rasa-Mu dan hati-Mu? Ambilah apa yang Kau mau wahai Engkau Sang Pencipta jagat raya. Aku ikuti kehendak-Mu.

Meteor. Hujan. Sinar matahari. Semuanya adalah olah tangan-Mu. Lakukanlah apa yang Kau mau. Padaku. Pada semua makhluk ini. Bentuk hidup. Bentuk mati.

Dinginkan apa yang panas. Hangat kan apa yang beku. Seimbang. Nol adalah netral. Tanpa tambah tanpa kurang. Nol adalah abadi. Putaran tak berujung. Laksana titah-Mu tak diketahui siapapun. Terkunci rapat dalam buku harian-Mu Tuhan. Kau simpan dekat dalam hati-Mu.

Manusia hanyalah jelmaan sekejap. Kau bolak-balikan seperti nol. Nol hingga tanpa batas. Ditambahkan. Dikurangkan. Dihidupkan. Dimatikan.

Semu arti hidup. Kabut mengambang tiada batas. Surga itu ada. Hidup itu fana. Bunuh aku dengan tikam-Mu. Angkat aku dengan nafas-Mu.

Api untuk hidup. Api untuk kematian. Bakar. Bangkit. Terbang. Dan kebebasan. Mengapa hanya burung yang mampu menembus langit? 

Jutaan air runtuh ke pijakan. Kau angkat menjadi putih dan terbang. Sekejap pula menghujam tanah kembali. Untuk apa? Kau Sang Maha Tahu. 

Diam itu emas.
Namun emas bukanlah diam. 

Meteor langitku datanglah. Kutunggu  kau menuju hatiku. Menembus ragaku yang hanya segelintir asa. Mengembalikan aku ke Sang Ilahi.

Kau selalu diam.
Kenapa diam?

Kau melihat dari atas.
Lihat apa? Aku? Dia? Mereka? 
Mau apa Kau? Mau aku? Aku apa? Aku siapa? 

Dan meteor itu tetap bergerak cepat...
---

No comments: