Friday, May 06, 2005

Terdiam

Ku memandang kesebelah kiri dan kananku, tanpa ada seseorang disana, yang berlalu lalang hanya orang-orang dihadapanku. Ku menengok kebelakang dalam sejenak, dan merasakan betapa indahnya hari-hari yang telah aku lalui, tapi ada pula kesedihan yang bersandar disebelah kebahagiaan itu. Ku terdiam tanpa dapat berkata-kata, tidak tahu harus berbuat apa, apakah aku harus merenungi nasibku, ataukah ini memang jalan terbaik agar merukunkan semua pihak-pihak disekitarku.

Ku terdiam kembali tanpa dapat berkata-kata, hanya kepulan asap yang selalu menemaniku, terkadang muncul kebahagiaan yang datang pada diriku, namun secepat itulah kekosongan menyelimutiku kembali, ku cari sosok yang tidak dapat ku dapatkan, terbentur penghalang dan rintangan di depan mata, kembali lagi aku hanya bisa terdiam melihat kegetiran yang kurasakan. Tidak dapat berteriak atau mencucurkan air mata, aku hanya bisa terdiam dalam melihat jalur hidup yang telah lalu, kadang aku ingin mencaci maki sekelilingku yang menvonisku tanpa mengindahkan hatiku yang tersayat-sayat, tergores begitu dalam tanpa melihat ketertindasanku dalam kehampaan ruang dan waktu yang mengunci bibirku yang tak bisa terbuka.

Kegetiran menyelimuti tubuhku saat itu, betapa ku merasa ketidakadilan yang terjadi, namun ku hanya bisa terdiam, mengetahui bahwa aku pun tersakiti. Tak bisa kusalahkan siapa-siapa, dan tak bisa ku meminta siapa-siapa dalam melewatinya, yang bisa kulakukan hanyalah diam dengan kegetiran menggumpal di hatiku, membeku dan mengeras, tak ada cara lain untuk melaluinya selain melewati keseharianku.

Kungkungan yang membuatku tak bisa berbuat apa-apa, semua telah terjadi dan semua tidak aku ketahui pula jawaban yang selama ini aku tanyakan kepadaNya, ataukah memang ini jawabanNya, ataukah ini merupakan awal dari kesempurnaan seorang manusia? Dia tidak menjawabnya dan hanya diam melihatku dibawah sini, bergelumit dengan waktu dan kehampaan. Rasanya ingin aku menyalahkanNya, atau mencaci makiNya, tapi semuanya itu bagiku hanya sia-sia belaka, tidak memecahkan apa-apa, dan memang bukan kesalahanNya pula.

Akankah aku merasakan dan melaluinya seperti ini terus? Atau memang inikah jalur yang harus kutempuh demi menemukan sebuah jawaban yang berulang-ulang tidak terjawab hingga saat ini pula? Ataukah memang disini letak kekuatan yang akan aku miliki jika mampu melewati semuanya dengan kegetiran yang kudapatkan.

Tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang menakjubkan, semua harus melaluinya dengan belajar dan merangkak, tapi apakah ini jalurnya? Ataukah memang ini yang terbaik untukku dan untuk semua orang? Rasa sakit dan kesendirian sudah terbiasa olehku, namun jika kungkungan yang membuatku tak bisa bergerak, ini sudah diluar kemampuanku dalam belajar melalui kehidupan yang fana ini. Semua benak dan pikiranku terbentur oleh kungkungan ini yang semakin lama semakin menghimpit ku.

Lebih baik aku menahan kegetiran ini dengan kesendirian, dan menatap masa yang akan kulalui seperti air yang mengalir, tak tahu apa dan bagaimana, hanya waktu yang bisa menjawab semuanya, ketika waktu itu datang, tak akan kubiarkan apapun menghalangi, kan kutebas semua kungkungan dan lilitan yang menyesakkan dada ini, ku tunggu waktu datang, ketika pikiran dan hati ku sudah bulat akan suatu hal yang seharusnya aku lakukan, entah memang sekarang atau nanti. Tak akan kubiarkan hidupku terlilit.

Hanya waktu yang bisa menjawabnya...

1 comment:

Novita Sianipar said...

hai yos...aku hiksss (sori belun apa2 dah kritik) tapi bisakah dirimu memberi titik at least setelah ada 8 kata biar ga cape bacanya. ga kepanjangan dan membuat jenuh mata saat baca. misalnya neh kalimatnya: aku mencintaimu. meski kau tidak akan pernah mencintaiku. lebih enak kan dibaca daripada aku mencintaimu, meski kau tidak akan pernah mencintaiku....